Cari Blog Ini

Selasa, 29 November 2011

ibu juara satu


ibu juara satu


*Perempuan yang bernama kesabaran
Pabila malam menutup pintu-pintu rumah
Masih juga ia duduk menjaga
Anak-anak yang sedang gelisah dalam tidurnya
          Permpuan itu adalah ibuku
Perempuan yang menangguhkan segalanya
Bagi impian –impian yang mendatang
Telah memaafkan setiap dosa dan kenakalan
anak-anak sepanjang zaman
perempuan itu adalah ibuku
bagi siapa Tuhan menerbitkan matahari surga
bagi siapa Tuhan memberikan singgasana-Nya
dan dengan segala ketulusan
ia membasuh setiap niat busuk anak-ankanya...



ya, dialah ibuku... Ibu juara satu...
Ibu yang diamnya berarti ”teruslah belajar, karena yang kita tahu hanya sedikit”
Tiba-tiba saja aku sangat merindukannya... Merindukan semua yang ada padanya... Senyumnya... Sapaan hangatnya... Belaian lembut tangannya yang sudah muali keriput... Aroma tubuh yang selalu membutku nyaman beralma-lama berdekatan dengannya...
 haaah... aku benar-benar sedang merindukannya...
Ibu juara satu...
Perempuan yang siang itu rela menerobos hujan berlari sejauh satu setengah kilo meter  sambil membawa payung yang masih terlipat rapi dan satu lagi payung besar untuk menghalangi guyuran hujan mengenai tubuhnya. Memasuki gerbang sekolah anaknya yang sudah tidak begitu ramai oleh anak-anak. Harap-harap cemas, berharap wajah-wajah anaknya segera dilihatnya. Berlalu beberapa saat wajah-wajah mungil itu tidak juga muncul kehadapannya. Diberanikanlah dirinya untuk tidak hanya menunggu, tapi mencari ke dalam sekolah, kekhawatirannya muncul karena saat itu dia sedikit teralmbat mengantarkan payung untuk anka-anaknya. Khawatir kalau anak-anaknya lebih memilih untuk menerobos hujan daripada menunggunya. Kekhawatirannya sirna saat dia melihat di depan salah satu kelas seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan yang lebih kecil berdiri bersisian. Dari kejauhan sudah tampak kalau mereka sedang meperdebatkan sesuatu hal. Sang anak laki-laki seperti sedang sedikit memarahi adik perempuannya *anak perempuan yang sedang bersamanya, karena tadi dia memaksa untuk tetap menunggu ibunya, padahal tadi ada ibu teman mereka yang menawarkan untuk ikut pulang satu payung dengan mereka. Sang kakak merasa pesimis ibunya tidak menjemput mereka, karena tadi pagi dia yang menolak untuk membawa payung. Dan sekarang ibunya tak kunjung datang membawakan payung untuk mereka. Sang adik hanya bisa diam karena keyakinannya yang tadi sangat kuat sedikit demi sedikit menguap dengan ibu yang tak kunjung datang. Tetapi belum sampai keyakinan anak perempuan itu habis, seorang perempuan yang sudah sangat mereka kenal datang tergopoh-gopoh menghampiri mereka menghancurkan perasaan-perassan tidak percaya mereka. Senyum tulusnya terus diberikan kepada anak-anaknya meskipun dia tahu mereka sempat menyimpan rasa tidak percaya padanya, dan saat putri kecilnya mengadukan padanya, dia hanya terus tersenyum dan tidak menganggap itu penting, karena yang dia anggap penting adalah menyaksikan anak-anaknya baik-baik saja. Dan dia sudah mendapatkan itu.

Atau di saat yang lain saat usia anak-anaknya belum ada yang genap dua digit, sudah tiga malam perempuan itu menghabiskan malam-malanya dengan berjaga, kalau pun sempat memejamkan mata itu anugerah Sang Kuasa kepadanya untuk sejenak membiarkan matanya terpejam. Sudah genap tiga hari, dua putra dan satu putri kecilnya demam, bahkan anak lekakinya yang kedua dinyatakan positif tifus, sedangkan putri kecilnya yang punya ashma saat itu pun ikut-ikutan kambuh. Tidak ada keluhan sedikit pun darinya, hanya senyum yang selalu tersungging untuk anak-anaknya. Meski pun ada kesepakatan untuk bergantian berjada dengan laki-laki yang pernah dia katakan kepadaku sebagi penggenap tulang rusuknya, tetap saja saat giliran bapak dari putra-putrinya berjaga dia memilih tetap ikut berjaga, demi memastikan anak-anaknya baik-baik saja. Ya, selalu saja itu yang dia jadikan alasan atas semua hal yang dia lakukan untuk anak-ankanya. Malam itu, saat anugerah Alloh menghampirinya, putra pertamanya membangunkan tidur yang tidak perempuan itu sengaja dengan rintihannya. Sigap, dia langsung melihat kondisi putranya ternyata sang putra meminta minum. Meskipun raut wajahya menunjukkan dia kurang tidur tetapi senyum itu tetap ada untuk anakya, dengan segelas air dia mendekati putranya. Belum sampai bibir gelas itu menyentuh bibir putranya, dari mult putranya tiba-tiba keluar muntahan yang langung memenuhi gelas berisi minum yang baru diambilnya. Sempat sedikit kaget, tetapi dia langsung bisa mengatasinya, tetap tersenyum menghilangkan rasa bersalah sang putra. Karena muntahan itu tidak hanya mengenainya tetapi juga mengenai seprei dan selimut anaknya, mau tidak mau dia harus menggantinya. Satu persatu dengan hati-hati dia dan teman hidup laki-lakinya memindahkan anak-anknya untuk mengganti seprei yang terkena muntahan. Lagi-lagi demi melihat anak-anaknya baik-baik saja, meskipun dia baru mendapati tiga hari kemudan, tetap saja senyum itu ada di wajah yang meskipun lelah tetap penuh kecantikan dan kebijaksanaan.
Di masa yang lain, sudah beberapa waktu putri kecilnya yang saat itu sudah masuk kelas tiga sekolah dasar selalu terlihat murung saat pulang. Entah pulang sekolah atau pun pulang bermain dengan teman-temannya. Puncaknya hari itu, setelah pualng sekolah putri kecilnya lebih memilih untuk mengurung diri di rumah, tidak ada minat sedikit pun untuk bermain bersama teman-temannya, atau pun saat kakaknya mengajak bermain, dia tetap menolak. Saat perempuan itu menyadari putrinya sedang mempunyai masalah, dia berusaha untuk tahu lebih dulu masalah putrinya. Dengan hati-hati dia memancing putrinya untuk menceritakan masalahnya sambil mengajak putrinya membantunya membuat adonan roti. Setelah putrinya bercerita, ternyata putrinya sedang bermasalah dengan nama pemberian kedua orang tuanya. ”Norombini Rumawas” jangankan arti atau asal bahasa, melafalkannya pun orang harus mendengar berkali-kali untuk bisa melafaknannya dengan benar. Anak kecil mana yang tidak sedih namanya dijadikan bahan olok-olokan teman-temannya. Tidak hanya teman-teman seusianya, tetapi beberapa orang dewasa yang ditemuinya atau bahkan gurunya, selalu menanyakan tentang namanya, dan dengan keterbatasan seorang anak kecil, anak peremuannya selalu hanya bisa menjawab tidak tahu. Dan dia anak menjadi sangat jengkel kalau ada yang terus mendesaknya dan mengatakan ”masa si tidak ada artinya, kan orang tua itu ngasih nama pasti ada artinya”...
 >,<
Dengan bijaksana peremuan itu mencoba menenangkan putrinya dengan mengatakan sambil tertawa  ”Bilang saja kalau ada yang tanya lagi, namanya noni itu bukti cintanya orang tuanya noni ke noni.” Tidak puas dengan jawaban itu, sang putri tetap menampakkan wajah murungnya. Perempuan itu berkata lagi ”Ia, ma-e *panggilan untuk ibu serius. Jadi bapak itu berprinsip bahwa semua anaknya pasti istimewa karena itu namanya juga harus istimewa, salah satunya adalah dengan memberi nama anaknya yang jarang orang memakai nama itu bahkan tidak ada. Itu karena bapak sangat mencintai kalian, dan salah satu cara bapak mengngkapkan cintanya adalah dengan memberikan nama yang istimewa kepada kalian, meskipun kadang orang lain bilang kalau nama anak-anaknya ma-e aneh...” diakhiri dengan tawa perempuan itu. Ya, bagi anak perempuan sekecil itu,  tidak penting penjelasan panjang lebar tentang namanya, yang dia tahu dia sudah menemukan jawaban seandainya nanti ada yang mengusik namanya lagi. ”kalo mba masih kurang yakin nanti tanya sendiri sama bapak.” sang perempuan melanjutkan kalimatnya.
Malamnya, seperti biasa ba’da shalat maghrib ruang makan yang merangkap sebagai ruang keluarga sudah ramai dengan celotehan dan tawa seisi rumah. Karena meskipun rumah itu cukup besar tetapi kegiatan terpusat di ruang makan. Seperti malam itu, akhirnya si gadis kecil memberanikan diri bertanya sekaligus mengadukan apa yang tadi dikatakan ibunya, kepada bapknya tentang namanya. Lagi-lagi dengan tawa, sang bapak mengamini apa yang dikatakan perempuan yang sekarang sudah belasan tahun menjadi teman hidupnya. Dan menambahkan ”kalau ada yang tanya artinya ’Norombini Rumawas’ bilang saja artinya anak perempuannya bapak yang paling cantik dan paling pinter, terus kalau ada yang tanya dari bahasa mana, bilang saja itu bahasa cintanya bapak. Sepakat?” mendapat dukungan penuh dari sang bapak, gadis kecil itu hanya bisa tertawa menandakan kesepakatannya dengan penjelasan itu. Ya, bapak juara satu (lain kali kalau Alloh mengizinkan akan ku ceritakan tentang beliau). Meskipun saat itu si gadis kecil belum paham definisi cinta yang berkali-kali disebut oleh orang-orang yang pertama kali mengajarinya tentang cinta. Pada akhirnya wajah murung gadis kecil itu menghilang berganti tawa riang. Meskipun saat gadis kecil itu beranjak besar dia baru menyadari hal yang sebenarnya konyol tentang penjelasan namanya. Jelas kalau sang bapak mengatakan ”anak perempuannya yang paling”, bagaimana tidak ”paling” kalau gadis kecil itu saja saat itu menjadi anak peremuan satu-satunya di rumah itu. Subhanallohnya, setelah gadis kecil tadi berusia enambelas tahun  Alloh ternyata memberikan tambahan berkah untuk perempuan dan laki-laki yang mengucapkan qabul atas dirinya. Tambahan satu putri untuk mereka. Alhasil, penjelasan tentang nama putri pertamanya seharusnya sudah tidak berlaku. Karena gadis kecil pertamanya pun mengakui kalau sang saudara kecilnya sepertinya akan lebih cantik dan lebih pintar darinya. Tetapi, ”tipu-tipu” penjelasan tentang nama itu masih berlanjut sampai sekarang. ^^
Beberapa waktu yang lalu, saat putrinya tiba-tiba demam tinggi dan dokter pun mengatakan, ”Mba, kalau dua hari lagi demamnya belum turun periksa ke lab ya, ada indikasi gejala DB.” Lalu, malam harinya perempuan itu memberikan diagnosis yang lain, ”wah, mba alergi dingin lagi tu... hujan-hujanan yak? ” dari jarak beratus-ratus kilo meter hanya dengan dasar menedengar cerita apa saja yang dilkukan putrinya beberapa hari itu, perempuan itu sudah memberikan pendapat tetenag sakit putrinya, bahkan diagnosis dokter pun kalah...
 ”Heh? Alergi dingin, lagi? kan noni alergi dinginnya ashma, bukan demam”  putrinya menanggapi.
”Hmmm... mba, kan juga punya alergi dingin yang lain selain ashma, kalau sudah demam kaya gitu biasanya itu gabag mba.. ” *salah satu penyakit gatal-gatal di kulit yang biasanya diawali demam tinggi sedikit mirip dengan cacar.
Sang putri hanya ber ooo... saja mendengar perkataan perempuan itu. ”hmmm... emang g bakat jadi orang kaya kali ya ma, baru sehari tinggal di istana langsung penyakitannya pada keluar... he..he...he...”
 ”Hus... istighfar, g boleh gitu disyukuri aja apa yang ada sekarang”... Benar saja dua hari kemudian setelah demamnya turun, muncul bintik-bintik merah disekujut tubuh putrinya...

Lagi-lagi ibu juara satu, bahkan hal remeh-temeh tentang anaknya yang kadang anaknya sendiri pun tidak mengingatnya, dia akan bisa mengingatnya... Ibu juara satuku...
Sedang merindukannya... Ibu juara satu...

Ya, sedang teringat sedikit dari banyak hal yang tidak mungkin terhitung yang sudah dan pasti jika Alloh mengizinkan akan dilakukan seorang ibu untuk anak-anaknya...
Aah... maafkan anakmu yang bahkan untuk meluangkan sedikit waktu untuk mengingat bersyukur untuk hal-hal yang sudah kau lakukan untuk mereka pun sering kali tidak ”sempat”...






sudut lt2 asrama RP
11.11.'11

*puisi ini ditemukan di buku catatan penulis, tetapi tidak berhasil ditemukan nama pengarangnya