Cari Blog Ini

Senin, 30 Januari 2012

tentang orang tua saja...

27-29 nov ’11   Jogja-Bandung-Jakarta-Ciamis-Jogja
...bagian kecil dari episode hidup…

Alloh selalu punya cara yang luar biasa untuk memberikan keajaiban, nikmat, keindahan kepada hamaba-hambanya...

Ya, perjalanan kali ini semuanya adalah tentang ”orang tua”

Di awali dari kabar duka ayah salah satu saudara seperjuangan kami, Isdhama Miswardana dan M. Lutfi Firdaus dipanggil oleh Alloh SWT.
Lihat, dari awal pun sudah tentang orang tua...
Dari kabar itu oleh beberapa saudara diteruskan dengan niat untuk ta’ziyah ke rumah saudara kami itu di Jakarta, niat itu alhamdulillah terwujud meskipun harus melalui ”riweh dan ribet” (katanya). Ya, Ahad sore sekitar jam 16an rombongan perjalanan berkumpul di halaman Purna Budaya yang waktu itu lagi rame ada Indonesia 100%.
Setelah saling menunggu, akhirnya rombongan lengkap dan siap beranggkat jam 17.00.
Luthfi Hamzah, Iqbal Muharram, Pangky, Johan Bramantyo, Fajar, Nandika Aisya, Yanti, dan Norombini Rumawas...
Emmmm... komposisi yang cukup aneh, karena tiba-tiba ada nama saya nyangkut di situ... -,-a
Awalnya merasa sangat aneh dan mesti bakalan roaming dan krik..krik...
Tapi, subhanalloh di akhir perjalanan saya baru ”ngeh” kalau ini juga bagian dari cara Alloh menunjukan keajaiban nikmat dan hikmah kepada saya.
Sarapan di pak presma, makan siang di pak menko eksternal, dan makan malam di pak menko internal... fiuh... sedap bung... he...

Tentang orang tuanya neh..,
Demi menempuh medan yang sudah dikenal, kami, emmm... lebih tepatnya pak supir –baca: luthfi hamzah husin- memutuskan lewat jalur selatan. Jogja-Purworejo-Kebumen-Purwokerto-Cilacap-Ciamis-Tasik-Bandung-Jakarta.
Sampai di sini kau sadar sesuatu? Emmm... ok, kalau belum dinikmati dulu saja...
Jogja-Bandung kami tempuh dengan waktu sekitar hampir 9 jam. Mengutip perkataan pak supir ”Sembilan jam diselingi shalat, makan malam, dan ngrumpi2.” ha..ha... sebenarnya g terima juga ada embel-embel ngrumpi-ngrumpi yang memang sengaja diarahkan kepada kami –saya,yanti,dika- tapi, ya sudahlah, memang kenyataannya seperti itu... he... ^^V. Itu versi pak supir, kalau versi saya... selingannya lebih banyak... he... ya, terlepas dari yang sudah disebutkan oleh pak supir tadi, dari sembilan jam itu, masih juga ada banyak cerita lain, dari mulai ndengerin petingginya BEM KM ”ngrumpi”, ”njagain” pak presiden nyetir, sampai heboh karena mobilnya g kuat nanjak... hahaha...
Alhamdulillah jam 03.30 sampe juga di Bandung –baca: rumah orang tuanya Luthfi Hamzah-. Nah, itu Umminya Luthfi... kesan pertama... oh, Umminya Luthfi, mirip soalnya... tapi lama-lama waktu ngobrol koq Umminya cuantik banget ya.. hmmm... sepertinya pernyataan yang tadi harus diralat... he... stttt…
Alhamdulillah masih bisa shalat malem, istirahat sebentar, shalat subuh, bersih-bersih, dan sarapan. Sarapan yang disiapin Umminya Luthfi dengan sangat tenang sampai kami-saya,yanti,dika- yang sudah siap mau mbantuin hanya bisa bengong dan lumayan salting karena ternyata sudah siap, padahal baru beberapa menit yang lalu Umminya Luthfi masih ngobrol dengan saya dan baru menanyakan mau sarapan apa. Hmmmm, talk less do more banget… ini juga sepertinya bagian yang g mirip sama Luthfi yang apa aja dikomentari, yah meskipun tetep kerjanya juga banyak... hehehe... Oh ia, tetep g ketinggalan juga ngrumpi-ngrumpi... he...
Janjian berangkat lagi jam 6.00 pun lewat, karena kami baru berangkat lagi pukul 7.30. Diiringi dengan sekantung kresek besar snack buat bekal yang buru-buru disiapin Umminya Luthfi plus pesan ”Fi, hati-hati ya nak. Nyetirnya g usah ngebut-ngebut...”
Yupz, bye Bandung...
Kau sudah dapat sesuatu? Emmm... kalau teman sebelah saya bilang ”Non, bener ya, ibu mana coba yang bakalan tega nglepasin anaknya nyetir dengan jarak yang g deket Jogja-Jakarta bawa temen-temennya pula...” fiuh...
Kalau saya ”Ya, Ibu itu selalu luar biasa, berusaha memberikan yang terbaik tanpa banyak bicara dan akan selalu berusaha melindungi anaknya meskipun hanya bisa dilakukan dengan kata-kata ”Fi, hati-hati ya nak...” haaah... pengen pulang buat meluk Ibu...
***






Ini masih tentang orang tua
Tepat pukul 10.30 sampe juga di Jakarta, Pulau Gadung. setelah berkutat dengan GPS dan macet (padahal g ada sikomo) tak lupa juga aneka kegejean di perjalanan. Alhamdulillah dapet tempat parkir yang lumayan, yup... karena dari awal sudah diingetin Dhama kalo si mobil g bisa masuk gang, disaranin buat parkir di Bank Mandiri... Turun dari mobil riweh-riweh sebentar buat nggabungin si uang munasharah. Baru beberapa detik rombongan akan beranjak, tiba-tiba bapak yang punya pekerjaan jaga area parkir itu datang mendekat. Baru sempat si bapak mengatakan ”Pak...”, tiba-tiba ada suara yang menyahut ”Kami juga nasabah di sini koq pak, jadi gpp kan kalau kami parkir di sini? Kalau g percaya kami punya bukti koq kalau kami nasabah di sisni juga...” Hmmm... ternyata suara itu berasal dari pak presiden –baca: Luthfi Hamzah-. Alhasil bapak parkir tadi hanya bisa pasrah mengizinkan si mobil avanza silver itu parkir di sana setelah dibuat cukup shock. Sedangkan kami masih antara kaget, merasa kasihan, dan sangat ingin tertawa, jadilah ekspresi-ekspresi aneh di wajah kami yang susah digambarkan pake tulisan hohoho... spontan dalam hati... ”busyet dah ni anak, menjiwai banget yak perannya jadi presiden...” he..
Itu dia rumah yang dituju, lagi lumayan rame soalnya masih ada beberapa tamu yang ta’ziyah. Sambutannya seru, heboh, suasananya kayak silaturrahim biasa, kaya tenen-temennya Dhama yang lagi maen ke rumah, bukan kayak suasana ta’ziyah... Alhamdulillah, ternyata orang-orang yang kami khawatirkan, baik-baik saja. Banyak dapat cerita dari ibunya dhama tentang Dhama, Lutfi, dan Ayahnya... Subhanalloh... Ibunya Dhama yang sabar dan tegar banget, meskipun sesekali masih terlihat kehilangan, tapi beliau menutupinya dengan cerita-cerita luar biasa tentang semua... tentang hikmah... ya... harta karun itu...
Sampai akhirnya...
”hahaha... masalah warisan, kami, anak-anaknya ayah sudah tidak peduli lagi dengan hal itu karena memang ayah tidak banyak meninggalkan warisan harta benda, dan kami tidak mempermasalahkan itu. Karena, ada warisan luar biasa yang sudah diwariskan ayah kepada kami. Nilai... ya, tentang nilai... ayah sudah mewariskan nilai-nilai hidup luar biasa untuk anak-anaknya. Tanggung jawab dan kedermawanan... mungkin ayah tdak pernah mengatakan kepada saya ”Dhama, kamu harus jadi orang yang bertanggung jawab, dermawan, sabar, dsb...” tapi ayah mengajarkannya dengan keteladanan... dengan apa-apa yang beliau lakukan. Beliau adalah orang yang sangat bertanggung jawab dengan amanah-amanahnya, tidak pernah melalaikan amanah-amanahnya... dan belaiau adalah orang yang sangat dermawan, kalau ada orang yang datang butuh apa, mesti beliau akan mengusahakan sebisa mungkin untuk memenuhinya... meskipun tidak jarang ternyata beliau ditipu, tapi beliau tidak pernah menyesali itu... karena bagi beliau, yang beliau tahu adalah beliau berbuat baik...” Dhama berkaca-kaca. Diam lama...
Ya Rabb... ternyata ini... dan ini baru sebagian dari harta karun yang kau berikan... Subhanalloh... Bagi kami, mendengar tentang ayah yang seperti itu saja sudah membuat kami speech less... dan sekarang yang mengatakannya adalah seorang Isdhama, yang kalau saya sendiri melabelkan Dhama itu slengekan, semanunya sendiri, cuek, kadang agak nyebeli, dkk yang sejenis itu... tapi hari ini, kami mendengar Dhama mengatakan seperti itu....
”Bagi saya, ayah itu adalah orang yang sangat sabar... saya belajar tentang sabar yang sangat luar biasa dari ayah... tidak pernah mengeluh dengan kelakuan anak-anaknya. Sabar menghadapi apa pun yang menimpa ayah dan keluarga. Ya, tentang sabar yang ayah wariskan kepada saya...” Lutfi –adiknya dhama- meneruskan. Subhanalloh... hanya syukur, pujian yang bisa kami panjatkan kepada-Mu...
Ya, seperti itu… Ayah… orang tua…

”Kalau Lutfi itu telaten banget kaya anak perempuan... kalau ayahnya sakit, mau ngurus ayahnya, dari nyuapin, gantiin baju, nggendong ke kamar mandi, smpai bersihin kotorannya... beda banget sama Dhama, Dhama ma... mana mau kenal sama urusan kaya begituan... kalau pulang tu ya, kerjaannya cuma bercanda terus sama ayahnya, bikin ayahnya ketawa terus, nggak di rumah, nggak kalau dirawat di rumah sakit... pokoknya kalau ada Dhama ayahnya jadi ketawa terus... hahaha…” Mungkin bagi Dhama dan Lutfi itu sebuah penelanjangan tingkah mereka kalau di rumah, tapi bagi kami, itu adalah cerita lain tentang saudara-saudara kami itu... subhanalloh... dari awal kami, emmm... mungkin lebih tepatnya saya, sudah mengira, meskipun mereka kakak-adik, mereka sangat berbeda... tapi, lagi-lagi ini adalah cerita lain, seperti mamak yang selalu menganggap anak-anaknya punya istimewanya masing-masing. Kali ini bukan hanya cerita di buku tapi ada di dunia nyata…
”Seringnya tu Dhama, kalau Ayahnya pas kambuh dan Dhama tahu, mesti dia yang paling ngotot nyuruh biar ayahnya cepet dibawa ke pondok kopi –RS terdekat pulau gadung-, dan dia selalu bilang urusan biaya gampang... makanya Ibu tu sebenernya heran sama si Dhama, sebenernya di jogja dia kuliah apa nyari duit si...” diselai tawa... ”Ia, Ibu heran, orang ke Jogja disuruhnya kuliah koq, Ibu nggak tau sebenernya dhama di Jogja ngapain... hahaha...” tertawa... diikuti derai tawa dari kami juga... lagi-lagi... Subhanalloh...
Jadi inget obrolannya petinggi BEM KM di mobil perjalanan ke Bandung, ”Kalo Dhama tahu gimana hasilnya si cepe –Indonesia 100%-, dia mesti bangga banget... dasyat banget si Dhama, bahakan capaiannya Agung Baskoro yang katanya the next leader metro tv itu saja dengan posisi yang sama kaya Dhama sekarang, belum sampai sedasyat capaiannya Dhama, ICAYL boy... belum ada menko eksternal yang sedasyat itu.” hmmm... ya, ternyata benangnya ada di sini...
Ngrumpi-ngrumpi, makan siang, pamitan, shalat, dan... bye Pulo Gadung...
Haaaaahhhh...
Hmmmm... sudah dapat kan?
Tenang masih belum selesai, nanti insyaAlloh kau masih akan dapat lagi… :)
***






 Pulang, macet lagi, geje-geje lagi, sampai akhirnya. ”Bal, mampir ke rumah skalian ya... nanggung nih udah nyampe sini nggak sekalian mampir... gimana?” Pak supir.
”Boleh-boleh, sekalian aja. Pagi di rumahnya presma, siang di rumahnya menko eksternal, skalian ke rumahnya menko internal...” Dika menyahut.
”Weeeh... tapi kalau mampir ke rumah nanti nambah lama lho, kemungkinan bolak-balik satu jam... gpp tu?” yang ditanya baru nanggepin.
”Ah, gpp InsyaAlloh...” serempak.
”Sekalian telphon orang rumah, buat nyiapin apa gitu... hehehe...” Pak supir lagi.
Hmmmm...
Benangnya tambah panjag kan? :)

Huwaaah... nyampe di tol pada tidur semua... hujan juga...
Krik... krik... tinggal berdua lagi... baca aja ah...
Weeeehhhh... hujannya berhenti mendadak, padahal di belakang kami masih hujan deres... keren... jadi kaya tirai gitu... Subhanalloh... ”Yanti... Yanti... ujannya lucu, tu liat belakang, masih hujan deres...” saya yang masih heboh.
”Huwaaaa... subhanalloh... keren ya...?” Yanti bereaksi.
Heboh...heboh... sampai tiba-tiba suara dari arah depan –pak supir- ”Liat samping kanan mba...”
Spontan kami –saya, Yanti, Dika- menengok ke sebelah kanan... ”Subhanalloh....” serempak kami bertasbih... persis di jalan sebelah kanan kami –tol arah Bandung-Jakarta- hujan lebat, dan itu hanya di bagian kanan kami itu, sedangkan di jalan yang kami lalui tidak hujan sama sekali, batasnya pembatas jalan tol... haaaahhh… subhanalloh… kereeeennn… kereeeeennnn… kalau Yanti bilangnya ajaib… tidak hanya perjalannya yang ajaib, bahkan hal-hal yang mengikuti di dalamnya pun ajaib… subhanalloh… haaaaaaahhhhh…
Hujan ajaib itu lumayan lama, sampe mau abis tol dan di tempat kami pun hujan derses dan semakin deres waktu dah masuk Bandung…
Tiba-tiba ngantuk banget dan dah g sadar lagi sampai tiba2 dah nyampe jalan Ciamis, mau ke rumahnya p menko internal –Iqbal-. Hmmm... masih antara sadar dan g sadar, tiba-tiba dah nyampe Ciamis –rumah orang tuanya Iqbal-... Lagi-lagi, pernyataan yang mengikuti adalah ”memang Allaoh punya cara-Nya sendiri”...
Orang pertama yang kami temui di sana adalah Bapaknya Iqbal, Ibunya masih di mesjid katanya... Subhanalloh ramah banget... he... istirahat bentar, sempet hebo-heboh ditelphon adiknya Iqbal yang g terima saya dah nyampe Ciamis... hahaha... eh, Ibunya Iqbal pualng... Subhanalloh... cantik dan ceria banget... sholat, makan malem bareng, ngobrol-ngobrol ngalor ngidul... seru banget dah... dari ngobrolin perjalanan tadi, ngomongin kegiatannya aktivis, sampe ngece-ngece Iqbal yang g lulus-lulus... he... padahal sebenernya di situ juga masih ada saya, Yanti, dan Dika yang juga senasib belum lulus juga... -_-a
Yah, pokoknya makan malam, malam itu seru banget dah...
Ada sesi-sesi rebutan piring kotor sama Ibunya Iqbal juga... hahaha... alasannya si katanya kalau dicuci sekarang, besok yang harusnya nyuci piring jadi g ada yang harus dicuci...kasihan gitu.. hmmm... padahal beberapa menit sebelumnya, Iqbal juga nyuciin piring-piring kotornya yang ikhwan dan gpp... hadeh...
Selesai makan, lanjut ke aktivitas masing-masing, ada yang mandi, ada yang nemenin bapaknya Iqbal ngobrol di ruang depan, ada yang minta dipijitin sampai akhirnya ketiduran, sisanya nonton OVJ yang tak lain adalah saya, Yanti, Dika, dan Iqbal... he...
krik... “Mau pulang jam berapa neh?”
”Luthfinya masih tidur je...” Iqbal sambil nglongok kamar tempat Luthfi dan Johan pijit-pijitan. ”Bangunin aja Bal, udah mau setengah sembilan neh...” kami menyahut.
”Kayaknya tidurnya pules banget, kasihan kalau dibangunin... kecapekan kayanya, tunggu bentar lagi ya... biasanya Luthfi kalau tidur ga lama koq... pada istirahat dulu aja...” baiklah, nurut aja deh, sambil nungguin pak supir bangun kami pun beranjak ke kamar, istirahat.
Benar saja, belum samapi 15 menit kami merebahkan badan, ada yang mengetuk pintu ”Ayo pulang sekarang...” jiaah... baiklah... haah... akhirnya... he...
Sebenernya g tega juga liat pak supir yang kayaknya capek dan ngantuk banget... tapi, hidup harus tetap berlanjut… lho? Hahaha…
”Mau bawa apa? Permen mau? Kopiko ya?” Ibunya Iqbal yang g tega liat tampang ngantuknya Luthfi
”Boleh-boleh bu...”
Hmmm... padahal udah buru-buru nyiapin sekantung snack, masih saja bergegas mencarikan permen... dengan sedikit tergesa ”Ini, dibawa semuanya ya...” sambil menyerahkan sebungkus permen Kopiko.
Siap... Bismillah... kali ini meluncur ke si never ending asia... J bye Ciamis...
Dan baru beberapa meter meninggalkan rumah, ”Subhanalloh ya, orang tua itu memang luar biasa...” tiba-tiba Luthfi nyletuk, entah itu hanya cletukan atau Luthfi punya maksud apa, tapi itu berhasil membuat kami semua terdiam... ya, semua orang tua itu memang luar biasa…
Perjalanan pulang, kali ini sedikit lebih tenang, karena sebagian besar sudah lelah, jadi lebih banyak yang tidur... he...

”Pada naruh motor di mana?” Pangky yang nggantiin Lutfhi nyetir menanyakan.
”Di gelanggang” kami menyahut.
Alhamdulillah... bunderan UGM sudah kelihatan...
Tapi, lho... koq terus, g berhenti di gelanggang... ”Eh, mau ke mana?”
”Kita shalat dulu di maskam akhi, ini sudah lewat subuh...” spontan Pangky menjawab.
”Subhanalloh...” serempak kami langsung bertasbih... mungkin kalau yang mengatakan itu Iqbal atau Luthfi itu biasa saja... tapi kali ini yang mengatakan itu adalah Pangky... bukan apa-apa tapi –menurut anak-anak BEM KM- jarang-jarang dia perhatian sama hal seperti itu... he...
Hmmm… lihat, bahkan Pangky pun sudah lebih dulu dapat harta karun itu… :)

Ya, perjalanan kali ini disempurnakan dengan shalat subuh di Maskam...
Kalau sempat ada yang mengatakan ”Alhamdulillah, akhirnya kegejean ini berakhir di Maskam...”
saya sangat tidak sepakat... karena perjalanan ini, dari awal pun sudah jelas... ”tentang orang tua” kalau pun ada banyak hal ajaib yang mengikutinya, ya itu bagian dari cerita yang sudah disiapkan Alloh. Ajaib, karena saya menjadi bagian di dalamnya... he... ajaib, bukan hanya karena dalam satu hari kami makan di tiga tempat berbeda sarapan di rumahnya pak presma (Bandung), makan siang di rumahnya pak menko eksternal (Jakarta), dan makan malam di rumahnya pak menko internal (Ciamis)... Tapi memang banyak hal ajaib yang kami, emmm saya dapatkan... ketemu dengan orang-orang dasyat, dasyat karena meskipun sebentar mereka sudah memberikan cerita-cerita yang luar biasa... harta karun yang bertebaran… Umminya Luthfi, Ibunya Dhama-Lutfi, alm. Ayahnya Dhama-Lutfi (meskipun tidak bertemu secara fisik), Ibunya Iqbal, Bapaknya Iqbal…
Dhama, Lutfi...
dan Iqbal, Luthfi, Johan, Pangky, Fajar, Dika, Yanti...
sampai hujanya pun ikut-ikutan ajaib... yah, kapan lagi bakalan liat pak presiden membuka dan menutup pintu gerbang maskam... :)

Ya, perjalanan kali ini semuanya adalah tentang orang tua…
Setelah episode ini, jadi semakin yakin dengan ”Seperti apa pun hasilnya kita sekarang, selalu ada tangan-tangan orang tua kita yang berperan di dalamya...”
”Subhanalloh... orang tua itu memang luar biasa” Husin:2011

Dan perjalanan yang berkah, pasti memberikan banyak hikmah...
InsyaAlloh...

Disempurnakan di
Karang wuni, 28 Januari ’12

*sebenernya ini cerita perjalanan 2 bulan yang lalu, tapi baru benar2 dislesein 3 hari yang lalu :) maaf juga kali ini g ada banyak fotonya, jadi seadanya yang sempat terdokumentasikan... semoga tetap tidak mengurangi esensinya... hahaha...