Cari Blog Ini

Sabtu, 29 Oktober 2011

tentang pagi


Tentang Pagi…

Dalam heningnya ia menenangkan...
dalam sejuknya ia menggerakkan...
dalam cerahnya ia menguatkan...

Ini cerita tentang pagi, karena yang Maha Kauasa hanya memberikannya kepada pagi...

Bersama beberapa saudara, emmm... lebih tepatnya satu keluarga. Malam itu kami bersepakat untuk bisa melihat matahari terbit yah, bahasa kerennya sun rise esok pagi. Meski hujan, malam itu selepas shalat maghrib berjama’ah kami meluncur menuju salah satu penginapan di kaki merapi. Itung-itung sekalian mabit ”malam bina iman dan taqwa” plus pisahan sebelum kkn.
Paginya, dari petunjuk salah satu anggota keluarga yang sudah melakukan survei, ada tempat yang sepertinya ok untuk melihat matahari terbit. Berdasar petunjuk itu, selepas shalat subuh kami langsung meluncur ke lokasi yang ditunjukan saudara kami. Ternyata sebuah taman bermain yang dilengkapi gardu pandang, lumayan gardu pandangnya cukup besar dan tinggi, tiga lantai... karena masih pagi jadi taman bermain itu belum di buka, so... harus mengeluarkan sedikit kretifitas, keahlian, keberanian, dan energi untuk bisa naik ke gardu pandang itu... ^^V
Pagi itu cukup mendung, sambil menunggu si ”terang”, kami membaca dzikir al-Ma’surat bersama dan muraja’ah beberapa hafalan kami. Selesai semua, yang kami tunggu tak nampak juga... Bekal sisa semalam yang kami bawa pun semakin menipis, tapi si ”terang” belum tampak juga... Lama kelamaan pesimis juga, mungkin posisi kami yang salah. Kemudian kami mengubah posisi kami menunggu... berlalu, hanya sedikit semburat keputihan yang terbiaskan cahaya lampu taman yang kami lihat.. bulatan dan semburat jingga itu belum juga terlihat.. berpikir beberapa saat, baru salah satu dari kami sadar, kalu tempat ini kan bukan gardu pandang sun rise, tapi gardu pandang merapi... selama apa pun kami menunggu dan melihat ke arah timur, yang kami tunggu tidak akan terlihat dari sini. Benar saja, saat kami melihat ke arah utara, si ”gagah” itu sudah menampakan siluet dirinya... Subhanalloh.. Maha Suci Engkau Sang pencipta Keindahan.. meskipun tak ada semburat jingga atau terangnya matahari, tapi Kau menggantinya dengan biru dan siluet gagah itu... Subhanalloh... hanya itu yang terus kami lafadzkan... Alloh selalu lebih tahu yang terbaik untuk hamba-Nya... seberapaun kamu ingin, Alloh lebih tahu yang kamu butuhkan... eh, ada bonus bulan sabit juga... ^^

Bukankah kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan, dan gunung-gunung sebagai pasak ?”
(QS: 78: 6-7)



Di belahan bumi yang lain, emmm... masih di Indonesia, sisi timur Indonesia…
Pagi itu hari ke tiga kaki ini menginjak bumi cendrawasih, pagi yang mendung tapi bersemangat... pagi itu ada undangan dari warga untuk ikut membantu mereka berladang. Tepat pukul 06.30 WIT kami melucur ke ladang yang di maksud. Sempat sedikit kaget, karena ladang yang dimaksud ternyata kalau di tempat tinggal kami di Jawa masih di sebut hutan. -,-a
Pagi yang sudah mendung itu, akhirnya diguyur hujan... subhanalloh, merasakan kali pertama hujan di bagian lain Indonesia... kalau saya menyebutnya ”eksotis”.






Ini semua hanya bisa kita lihat saat pagi…
Embun ini, hanya ada saat pagi, haha... meskipun ini di ambil di Papua dan kita sebenarnya bisa melihat ini di mana pun, tetap saja hal seperti ini hanya akan kita lihat saat pagi..  
 Insyaalloh ini embun, serius bukan air hujan apa lagi disiram air sumur... 




Ini juga masih tentang pagi…
Yupz, Alloh selalu punya cara-Nya sendiri untuk menarbiyah hamba-Nya...
Waktu disengaja ingin melihat si jingga keluar dari peraduannya, Alloh memberi biru dan siluet gagah sang merapi. Ini, giliran tidak ada keinginan untuk itu, Alloh memberikannya dengan cuma-cuma... tanpa harus hujan-hujanan ataupun memajat menerobos pintu masuk gardu pandang... ^^
Dalam perjalanan ke pasar, di salah satu pantai selatan jogja


Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS: 55:55)



Yupz, itu sedikit cerita tentang pagi yang dizinkan Alloh untuk saya nikmati dan rekam dengan berbagai keterbatasan saya...
Pasti semua orang juga pernah mengalami pagi (ia lah... Alloh memberikan waktu yang sama kepada semua makhluk-Nya di dunia), bedanya pilihan untuk menikmati pagi itu...
Apakah kita akan melwatkannya dengan berselimut nyaman di atas kasur... atau dengan rutukan karena harus memulai lagi aktivitas hari itu...,
Ataukah dengan menyukuri anugerah waktu dengan bergegas bertebaran dan menebarkan kebaikan di muka bumi?
Seperti salah satu tauladan umat ini, Abubakar as-Sidiq seperti yang dikisahkan ’Abdurrahman Asy-Syarqawi dalam Al-Khalifatul Ula. Suatu kali usai shalat Subuh, demikian tulisnya, Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam menghadap ke arah sahabat-sahabatnya dengan penuh senyum. Binar matanya menyejukkan. Disapukannya pandangan pada wajah mereka satu demi satu hingga semuanya merasakan hangatnya perhatian beliau.
Siapa gerangan yang pagi ini dalam keadaan puasa?” tanya beliau.
Ya Rasulullah, semalam aku tidak berniat puasa,” sahut ’Umar, ”Maka hari ini aku tidak shaum.”
Sang Nabi mengangguk pada ’Umar lalu berpaling ke arah Abu Bakar dengan senyum makin lebar. Yang ditatap tertunduk malu.
Semalam aku juga belum berniat untuk berpuasa wahai Nabi Allah,” kata Abu Bakar, ”Tetapi pagi ini aku shiyam, insyaAlloh.”
Segala puji bagi Allah,” tukas Sang Nabi dengan wajah bercahaya. ”Siapa pula yang hari ini telah menjenguk orang sakit?” lanjut beliau.
Duh Rasulullah,” ujar ’Umar, ”Kita belum keluar sejak kita shalat tadi. Bagaimana bisa ada yang telah menjenguk orang sakit?” para sahabat lain membenarkan ’Umar dengan anggukan dan gumam.
Adalah sahabat kita ’Abdurrahman ibn ’Auf sakit, Ya Rasul.” tukas Abu Bakar tersipu-sipu, ”Maka dalam perjalanan ke masjid tadi aku mampir sejenak untuk menjengukanya.”
Rasulullah kembali bertahmid dan mengangguk-anggukan kepala. ”Dan siapa jugakah yang hari ini telah memberi makan fakir miskin?”
Kami semua berada di sini sejak sembahyang berjama’ah tadi,” kembali ’Umar menyambut. ”Kami belum sempat melakukan derma dan sedekah, Ya Rasulullah.” Kali ini ’Umar berkata sambil melirik Abu Bakar. Tampak lelaki kurus jangkung itu memelengkungkan tubuhnya hingga wajahnya nyaris tak terlihat. Harap-harap cemas ’Umar menti Abu Bakar bicara. Tapi agaknya kali ini Abu Bakar juga bungkam. Suasana jadi Sunyi.
Bicaralah wahai Abu Bakar!” tiba-tiba Sang Nabi memecah hening.
Abu Bakar tetap menunduk. ”Aku malu Ya Rasulullah,” katanya celingukan seperti tertuduh tak bisa mengelak. ”Memang tadi di luar masjid kulihat seorang fakir sednag duduk menggigil. Di genggaman putraku ’Abdurrahman ada sepotong roti. Maka ku ambil ia dan kuberikan kepada lelaki kelaparan itu.”
Alhamdulillah. Alhamdulillah. Alhamdulillah...” kata Sang Rasul takjub. Belau tampak lega. Beliau terlihat bangga.
(DDU, pages 357-358)

Sepagi itu, bahkan disaat yang lain masih menyibukan diri dengan urusan pribadinya. Abu Bakar sudah melangkah lebih depan, tiga kebaikan sudah beliau taburkan bahkan di saat kaki beliau belum beranjak dari masjid selepas jama’ah subuh.

Lagi-lagi semua itu pilihan...
Sangat tepat jika Rasulullah menganjurkan umatnya jangan tidur saat matahari terbit atau pun saat matahari tebenam... selain janji merugi, kesempatan kita untuk bisa menyaksikan dan merasakan hal seperti ini semua sepertinya akan berkurang banyak... karena setiap pagi menyimpan keajaibannya sendiri untuk siapa saja yang memilih untuk bersamanya...

So.. semangat menikmati pagi penuh kesyukuran dengan cara yang paling istimewa... ^^

Menjelang pagi, di sudut asrama RP
30 oktober 2011