27-29 nov ’11 Jogja-Bandung-Jakarta-Ciamis-Jogja
...bagian kecil dari episode hidup…
Alloh selalu punya cara yang luar biasa untuk memberikan
keajaiban, nikmat, keindahan kepada hamaba-hambanya...
Ya, perjalanan kali ini semuanya adalah
tentang ”orang tua”
Di awali dari kabar duka ayah salah satu
saudara seperjuangan kami, Isdhama Miswardana dan M. Lutfi Firdaus dipanggil
oleh Alloh SWT.
Lihat, dari awal pun sudah tentang orang
tua...
Dari kabar itu oleh beberapa saudara
diteruskan dengan niat untuk ta’ziyah ke rumah saudara kami itu di Jakarta,
niat itu alhamdulillah terwujud meskipun harus melalui ”riweh dan ribet”
(katanya). Ya, Ahad sore sekitar jam 16an rombongan perjalanan berkumpul di
halaman Purna Budaya yang waktu itu lagi rame ada Indonesia 100%.
Setelah saling menunggu, akhirnya
rombongan lengkap dan siap beranggkat jam 17.00.
Luthfi Hamzah, Iqbal Muharram, Pangky,
Johan Bramantyo, Fajar, Nandika Aisya, Yanti, dan Norombini Rumawas...
Emmmm... komposisi yang cukup aneh, karena
tiba-tiba ada nama saya nyangkut di situ... -,-a
Awalnya merasa sangat aneh dan mesti
bakalan roaming dan krik..krik...
Tapi, subhanalloh di akhir perjalanan saya
baru ”ngeh” kalau ini juga bagian dari cara Alloh menunjukan keajaiban nikmat
dan hikmah kepada saya.
Sarapan di pak presma, makan siang di pak
menko eksternal, dan makan malam di pak menko internal... fiuh... sedap bung...
he...
Tentang orang tuanya neh..,
Demi menempuh medan yang sudah dikenal,
kami, emmm... lebih tepatnya pak supir –baca: luthfi hamzah husin- memutuskan
lewat jalur selatan. Jogja-Purworejo-Kebumen-Purwokerto-Cilacap-Ciamis-Tasik-Bandung-Jakarta.
Sampai di sini kau sadar sesuatu? Emmm...
ok, kalau belum dinikmati dulu saja...
Jogja-Bandung kami tempuh dengan waktu
sekitar hampir 9 jam. Mengutip perkataan pak supir ”Sembilan jam diselingi
shalat, makan malam, dan ngrumpi2.” ha..ha... sebenarnya g terima juga ada
embel-embel ngrumpi-ngrumpi yang memang sengaja diarahkan kepada kami
–saya,yanti,dika- tapi, ya sudahlah, memang kenyataannya seperti itu... he...
^^V. Itu versi pak supir, kalau versi saya... selingannya lebih banyak... he...
ya, terlepas dari yang sudah disebutkan oleh pak supir tadi, dari sembilan jam
itu, masih juga ada banyak cerita lain, dari mulai ndengerin petingginya BEM KM
”ngrumpi”, ”njagain” pak presiden nyetir, sampai heboh karena mobilnya g kuat
nanjak... hahaha...
Alhamdulillah jam 03.30 sampe juga di Bandung
–baca: rumah orang tuanya Luthfi Hamzah-. Nah, itu Umminya Luthfi... kesan
pertama... oh, Umminya Luthfi, mirip soalnya... tapi lama-lama waktu ngobrol
koq Umminya cuantik banget ya.. hmmm... sepertinya pernyataan yang tadi harus
diralat... he... stttt…
Alhamdulillah masih bisa shalat malem,
istirahat sebentar, shalat subuh, bersih-bersih, dan sarapan. Sarapan yang
disiapin Umminya Luthfi dengan sangat tenang sampai kami-saya,yanti,dika- yang
sudah siap mau mbantuin hanya bisa bengong dan lumayan salting karena ternyata
sudah siap, padahal baru beberapa menit yang lalu Umminya Luthfi masih ngobrol
dengan saya dan baru menanyakan mau sarapan apa. Hmmmm, talk less do more banget…
ini juga sepertinya bagian yang g mirip sama Luthfi yang apa aja dikomentari,
yah meskipun tetep kerjanya juga banyak... hehehe... Oh ia, tetep g ketinggalan
juga ngrumpi-ngrumpi... he...
Janjian berangkat lagi jam 6.00 pun lewat,
karena kami baru berangkat lagi pukul 7.30. Diiringi dengan sekantung kresek
besar snack buat bekal yang buru-buru disiapin Umminya Luthfi plus pesan ”Fi,
hati-hati ya nak. Nyetirnya g usah ngebut-ngebut...”
Yupz, bye Bandung...
Kau sudah dapat sesuatu? Emmm... kalau teman sebelah saya bilang
”Non, bener ya, ibu mana coba yang bakalan tega nglepasin anaknya nyetir dengan
jarak yang g deket Jogja-Jakarta bawa temen-temennya pula...” fiuh...
Kalau saya ”Ya, Ibu itu selalu luar biasa, berusaha memberikan
yang terbaik tanpa banyak bicara dan akan selalu berusaha melindungi anaknya
meskipun hanya bisa dilakukan dengan kata-kata ”Fi, hati-hati ya nak...”
haaah... pengen pulang buat meluk Ibu...
***
Ini masih tentang orang tua
Tepat pukul 10.30 sampe juga di Jakarta,
Pulau Gadung. setelah berkutat dengan GPS dan macet (padahal g ada sikomo) tak
lupa juga aneka kegejean di perjalanan. Alhamdulillah dapet tempat parkir yang lumayan,
yup... karena dari awal sudah diingetin Dhama kalo si mobil g bisa masuk gang,
disaranin buat parkir di Bank Mandiri... Turun dari mobil riweh-riweh sebentar
buat nggabungin si uang munasharah. Baru beberapa detik rombongan akan
beranjak, tiba-tiba bapak yang punya pekerjaan jaga area parkir itu datang
mendekat. Baru sempat si bapak mengatakan ”Pak...”, tiba-tiba ada suara yang
menyahut ”Kami juga nasabah di sini koq pak, jadi gpp kan kalau kami parkir di
sini? Kalau g percaya kami punya bukti koq kalau kami nasabah di sisni juga...”
Hmmm... ternyata suara itu berasal dari pak presiden –baca: Luthfi Hamzah-.
Alhasil bapak parkir tadi hanya bisa pasrah mengizinkan si mobil avanza silver
itu parkir di sana setelah dibuat cukup shock. Sedangkan kami masih
antara kaget, merasa kasihan, dan sangat ingin tertawa, jadilah
ekspresi-ekspresi aneh di wajah kami yang susah digambarkan pake tulisan
hohoho... spontan dalam hati... ”busyet dah ni anak, menjiwai banget yak
perannya jadi presiden...” he..
Itu dia rumah yang dituju, lagi lumayan
rame soalnya masih ada beberapa tamu yang ta’ziyah. Sambutannya seru, heboh,
suasananya kayak silaturrahim biasa, kaya tenen-temennya Dhama yang lagi maen
ke rumah, bukan kayak suasana ta’ziyah... Alhamdulillah, ternyata orang-orang
yang kami khawatirkan, baik-baik saja. Banyak dapat cerita dari ibunya dhama
tentang Dhama, Lutfi, dan Ayahnya... Subhanalloh... Ibunya Dhama yang sabar dan
tegar banget, meskipun sesekali masih terlihat kehilangan, tapi beliau
menutupinya dengan cerita-cerita luar biasa tentang semua... tentang hikmah...
ya... harta karun itu...
Sampai akhirnya...
”hahaha... masalah warisan, kami,
anak-anaknya ayah sudah tidak peduli lagi dengan hal itu karena memang ayah
tidak banyak meninggalkan warisan harta benda, dan kami tidak mempermasalahkan
itu. Karena, ada warisan luar biasa yang sudah diwariskan ayah kepada kami.
Nilai... ya, tentang nilai... ayah sudah mewariskan nilai-nilai hidup luar
biasa untuk anak-anaknya. Tanggung jawab dan kedermawanan... mungkin ayah tdak
pernah mengatakan kepada saya ”Dhama, kamu harus jadi orang yang bertanggung
jawab, dermawan, sabar, dsb...” tapi ayah mengajarkannya dengan keteladanan... dengan
apa-apa yang beliau lakukan. Beliau adalah orang yang sangat bertanggung jawab
dengan amanah-amanahnya, tidak pernah melalaikan amanah-amanahnya... dan
belaiau adalah orang yang sangat dermawan, kalau ada orang yang datang butuh
apa, mesti beliau akan mengusahakan sebisa mungkin untuk memenuhinya...
meskipun tidak jarang ternyata beliau ditipu, tapi beliau tidak pernah
menyesali itu... karena bagi beliau, yang beliau tahu adalah beliau berbuat
baik...” Dhama berkaca-kaca. Diam lama...
Ya Rabb... ternyata ini... dan ini baru
sebagian dari harta karun yang kau berikan... Subhanalloh... Bagi kami,
mendengar tentang ayah yang seperti itu saja sudah membuat kami speech
less... dan sekarang yang mengatakannya adalah seorang Isdhama, yang kalau
saya sendiri melabelkan Dhama itu slengekan, semanunya sendiri, cuek, kadang agak
nyebeli, dkk yang sejenis itu... tapi hari ini, kami mendengar Dhama mengatakan
seperti itu....
”Bagi saya, ayah itu adalah orang yang
sangat sabar... saya belajar tentang sabar yang sangat luar biasa dari ayah...
tidak pernah mengeluh dengan kelakuan anak-anaknya. Sabar menghadapi apa pun
yang menimpa ayah dan keluarga. Ya, tentang sabar yang ayah wariskan kepada
saya...” Lutfi –adiknya dhama- meneruskan. Subhanalloh... hanya syukur, pujian
yang bisa kami panjatkan kepada-Mu...
Ya, seperti itu… Ayah… orang tua…
”Kalau Lutfi itu telaten banget kaya anak
perempuan... kalau ayahnya sakit, mau ngurus ayahnya, dari nyuapin, gantiin
baju, nggendong ke kamar mandi, smpai bersihin kotorannya... beda banget sama Dhama,
Dhama ma... mana mau kenal sama urusan kaya begituan... kalau pulang tu ya,
kerjaannya cuma bercanda terus sama ayahnya, bikin ayahnya ketawa terus, nggak
di rumah, nggak kalau dirawat di rumah sakit... pokoknya kalau ada Dhama ayahnya
jadi ketawa terus... hahaha…” Mungkin bagi Dhama dan Lutfi itu sebuah
penelanjangan tingkah mereka kalau di rumah, tapi bagi kami, itu adalah cerita
lain tentang saudara-saudara kami itu... subhanalloh... dari awal kami, emmm...
mungkin lebih tepatnya saya, sudah mengira, meskipun mereka kakak-adik, mereka
sangat berbeda... tapi, lagi-lagi ini adalah cerita lain, seperti mamak yang
selalu menganggap anak-anaknya punya istimewanya masing-masing. Kali ini bukan
hanya cerita di buku tapi ada di dunia nyata…
”Seringnya tu Dhama, kalau Ayahnya pas
kambuh dan Dhama tahu, mesti dia yang paling ngotot nyuruh biar ayahnya cepet
dibawa ke pondok kopi –RS terdekat pulau gadung-, dan dia selalu bilang urusan
biaya gampang... makanya Ibu tu sebenernya heran sama si Dhama, sebenernya di
jogja dia kuliah apa nyari duit si...” diselai tawa... ”Ia, Ibu heran, orang ke
Jogja disuruhnya kuliah koq, Ibu nggak tau sebenernya dhama di Jogja ngapain...
hahaha...” tertawa... diikuti derai tawa dari kami juga... lagi-lagi... Subhanalloh...
Jadi inget obrolannya petinggi BEM KM di
mobil perjalanan ke Bandung, ”Kalo Dhama tahu gimana hasilnya si cepe
–Indonesia 100%-, dia mesti bangga banget... dasyat banget si Dhama, bahakan
capaiannya Agung Baskoro yang katanya the next leader metro tv itu saja dengan
posisi yang sama kaya Dhama sekarang, belum sampai sedasyat capaiannya Dhama,
ICAYL boy... belum ada menko eksternal yang sedasyat itu.” hmmm... ya, ternyata
benangnya ada di sini...
Ngrumpi-ngrumpi, makan siang, pamitan,
shalat, dan... bye Pulo Gadung...
Haaaaahhhh...
Hmmmm... sudah dapat kan?
Tenang masih belum selesai, nanti
insyaAlloh kau masih akan dapat lagi… :)
***
Pulang, macet lagi, geje-geje lagi, sampai akhirnya. ”Bal, mampir
ke rumah skalian ya... nanggung nih udah nyampe sini nggak sekalian mampir...
gimana?” Pak supir.
”Boleh-boleh, sekalian aja. Pagi di
rumahnya presma, siang di rumahnya menko eksternal, skalian ke rumahnya menko
internal...” Dika menyahut.
”Weeeh... tapi kalau mampir ke rumah nanti
nambah lama lho, kemungkinan bolak-balik satu jam... gpp tu?” yang ditanya baru
nanggepin.
”Ah, gpp InsyaAlloh...” serempak.
”Sekalian telphon orang rumah, buat
nyiapin apa gitu... hehehe...” Pak supir lagi.
Hmmmm...
Benangnya tambah panjag kan? :)
Huwaaah... nyampe di tol pada tidur
semua... hujan juga...
Krik... krik... tinggal berdua lagi...
baca aja ah...
Weeeehhhh... hujannya berhenti mendadak,
padahal di belakang kami masih hujan deres... keren... jadi kaya tirai gitu...
Subhanalloh... ”Yanti... Yanti... ujannya lucu, tu liat belakang, masih hujan
deres...” saya yang masih heboh.
”Huwaaaa... subhanalloh... keren ya...?” Yanti
bereaksi.
Heboh...heboh... sampai tiba-tiba suara
dari arah depan –pak supir- ”Liat samping kanan mba...”
Spontan kami –saya, Yanti, Dika- menengok
ke sebelah kanan... ”Subhanalloh....” serempak kami bertasbih... persis di
jalan sebelah kanan kami –tol arah Bandung-Jakarta- hujan lebat, dan itu hanya
di bagian kanan kami itu, sedangkan di jalan yang kami lalui tidak hujan sama
sekali, batasnya pembatas jalan tol... haaaahhh… subhanalloh… kereeeennn…
kereeeeennnn… kalau Yanti bilangnya ajaib… tidak hanya perjalannya yang ajaib,
bahkan hal-hal yang mengikuti di dalamnya pun ajaib… subhanalloh…
haaaaaaahhhhh…
Hujan ajaib itu lumayan lama, sampe mau
abis tol dan di tempat kami pun hujan derses dan semakin deres waktu dah masuk
Bandung…
Tiba-tiba ngantuk banget dan dah g sadar
lagi sampai tiba2 dah nyampe jalan Ciamis, mau ke rumahnya p menko internal
–Iqbal-. Hmmm... masih antara sadar dan g sadar, tiba-tiba dah nyampe Ciamis
–rumah orang tuanya Iqbal-... Lagi-lagi, pernyataan yang mengikuti adalah ”memang
Allaoh punya cara-Nya sendiri”...
Orang pertama yang kami temui di sana adalah
Bapaknya Iqbal, Ibunya masih di mesjid katanya... Subhanalloh ramah banget...
he... istirahat bentar, sempet hebo-heboh ditelphon adiknya Iqbal yang g terima
saya dah nyampe Ciamis... hahaha... eh, Ibunya Iqbal pualng... Subhanalloh...
cantik dan ceria banget... sholat, makan malem bareng, ngobrol-ngobrol ngalor
ngidul... seru banget dah... dari ngobrolin perjalanan tadi, ngomongin
kegiatannya aktivis, sampe ngece-ngece Iqbal yang g lulus-lulus... he...
padahal sebenernya di situ juga masih ada saya, Yanti, dan Dika yang juga
senasib belum lulus juga... -_-a
Yah, pokoknya makan malam, malam itu seru
banget dah...
Ada sesi-sesi rebutan piring kotor sama Ibunya
Iqbal juga... hahaha... alasannya si katanya kalau dicuci sekarang, besok yang
harusnya nyuci piring jadi g ada yang harus dicuci...kasihan gitu.. hmmm...
padahal beberapa menit sebelumnya, Iqbal juga nyuciin piring-piring kotornya
yang ikhwan dan gpp... hadeh...
Selesai makan, lanjut ke aktivitas
masing-masing, ada yang mandi, ada yang nemenin bapaknya Iqbal ngobrol di ruang
depan, ada yang minta dipijitin sampai akhirnya ketiduran, sisanya nonton OVJ
yang tak lain adalah saya, Yanti, Dika, dan Iqbal... he...
krik... “Mau pulang jam berapa neh?”
”Luthfinya masih tidur je...” Iqbal sambil
nglongok kamar tempat Luthfi dan Johan pijit-pijitan. ”Bangunin aja Bal, udah
mau setengah sembilan neh...” kami menyahut.
”Kayaknya tidurnya pules banget, kasihan
kalau dibangunin... kecapekan kayanya, tunggu bentar lagi ya... biasanya Luthfi
kalau tidur ga lama koq... pada istirahat dulu aja...” baiklah, nurut aja deh,
sambil nungguin pak supir bangun kami pun beranjak ke kamar, istirahat.
Benar saja, belum samapi 15 menit kami
merebahkan badan, ada yang mengetuk pintu ”Ayo pulang sekarang...” jiaah...
baiklah... haah... akhirnya... he...
Sebenernya g tega juga liat pak supir yang
kayaknya capek dan ngantuk banget... tapi, hidup harus tetap berlanjut… lho?
Hahaha…
”Mau bawa apa? Permen mau? Kopiko ya?” Ibunya
Iqbal yang g tega liat tampang ngantuknya Luthfi
”Boleh-boleh bu...”
Hmmm... padahal udah buru-buru nyiapin
sekantung snack, masih saja bergegas mencarikan permen... dengan sedikit
tergesa ”Ini, dibawa semuanya ya...” sambil menyerahkan sebungkus permen Kopiko.
Siap... Bismillah... kali ini meluncur ke
si never ending asia... J bye Ciamis...
Dan baru beberapa meter meninggalkan
rumah, ”Subhanalloh ya, orang tua itu memang luar biasa...” tiba-tiba Luthfi
nyletuk, entah itu hanya cletukan atau Luthfi punya maksud apa, tapi itu
berhasil membuat kami semua terdiam... ya, semua orang tua itu memang luar
biasa…
Perjalanan pulang, kali ini sedikit lebih
tenang, karena sebagian besar sudah lelah, jadi lebih banyak yang tidur...
he...
”Pada naruh motor di mana?” Pangky yang
nggantiin Lutfhi nyetir menanyakan.
”Di gelanggang” kami menyahut.
Alhamdulillah... bunderan UGM sudah kelihatan...
Tapi, lho... koq terus, g berhenti di
gelanggang... ”Eh, mau ke mana?”
”Kita shalat dulu di maskam akhi, ini
sudah lewat subuh...” spontan Pangky menjawab.
”Subhanalloh...” serempak kami langsung bertasbih...
mungkin kalau yang mengatakan itu Iqbal atau Luthfi itu biasa saja... tapi kali
ini yang mengatakan itu adalah Pangky... bukan apa-apa tapi –menurut anak-anak
BEM KM- jarang-jarang dia perhatian sama hal seperti itu... he...
Hmmm… lihat, bahkan Pangky pun sudah lebih
dulu dapat harta karun itu… :)
Ya, perjalanan kali ini disempurnakan
dengan shalat subuh di Maskam...
Kalau sempat ada yang mengatakan ”Alhamdulillah,
akhirnya kegejean ini berakhir di Maskam...”
saya sangat tidak sepakat... karena
perjalanan ini, dari awal pun sudah jelas... ”tentang orang tua” kalau pun ada
banyak hal ajaib yang mengikutinya, ya itu bagian dari cerita yang sudah
disiapkan Alloh. Ajaib, karena saya menjadi bagian di dalamnya... he... ajaib,
bukan hanya karena dalam satu hari kami makan di tiga tempat berbeda sarapan di
rumahnya pak presma (Bandung), makan siang di rumahnya pak menko eksternal
(Jakarta), dan makan malam di rumahnya pak menko internal (Ciamis)... Tapi
memang banyak hal ajaib yang kami, emmm saya dapatkan... ketemu dengan
orang-orang dasyat, dasyat karena meskipun sebentar mereka sudah memberikan
cerita-cerita yang luar biasa... harta karun yang bertebaran… Umminya Luthfi, Ibunya
Dhama-Lutfi, alm. Ayahnya Dhama-Lutfi (meskipun tidak bertemu secara fisik), Ibunya
Iqbal, Bapaknya Iqbal…
Dhama, Lutfi...
dan Iqbal, Luthfi, Johan, Pangky, Fajar, Dika,
Yanti...
sampai hujanya pun ikut-ikutan ajaib...
yah, kapan lagi bakalan liat pak presiden membuka dan menutup pintu gerbang
maskam... :)
Ya, perjalanan kali ini semuanya adalah
tentang orang tua…
Setelah episode ini, jadi semakin yakin
dengan ”Seperti apa pun hasilnya kita sekarang, selalu ada tangan-tangan
orang tua kita yang berperan di dalamya...”
”Subhanalloh... orang tua itu memang luar
biasa” Husin:2011
Dan perjalanan yang berkah, pasti memberikan
banyak hikmah...
InsyaAlloh...
Disempurnakan di
Karang wuni, 28 Januari ’12
*sebenernya ini cerita perjalanan 2 bulan yang lalu, tapi baru benar2 dislesein 3 hari yang lalu :) maaf juga kali ini g ada banyak fotonya, jadi seadanya yang sempat terdokumentasikan... semoga tetap tidak mengurangi esensinya... hahaha...